“Dahulu di kala saya berziarah ke makam-makam sang Kyai dan
makam para wali, khususnya makam Wali Songo, saya melihat keindahan bangunan
dan kemegahannya, mulai dari nisan/kijing, cungkup/kubah, sampai masjid dan
mushalla, lengkap dengan lampu neon yang meneranginya. Dari pintu gerbang
sampai makrobah, dan pedagang pun sangat banyak , layaknya pasar malam.
Berbagai kemaksiatan pun terjadi. Mulai bercampur baurnya laki-laki dan
perempuan, kebid’ahan, serta kesyirikan. Kalau itu saya pun termasuk pelaku di dalamnya, dan
saya tidak merasa melakukan dosa dan kesalahan. Alhamdulillah, Allah SWT tidak
menakdirkan saya mati pada saat itu, ketika sedang melakukan ibadah bid’ah dan
keyakinan syirik.”
Demikianlah
penuturan salah satu Kyai yang telah bertaubat dan amalan-amalan yang tidak
pernah disyariatkan bahkan ditentang oleh agama yang mulia ini. Semoga Allah
SWT merahmati sang Kyai[1]
dan kita semua. Aamiin.
Hukum Ziarah Kubur
Rasulullah
saw bersabda : “Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur,
maka (sekarang) berziarahlah ke kubur [karena itu akan mengingatkan kalian akan
akhirat] [maka barang siapa hendak berziarah maka berziarahlah , dan jangan
berkata dengan perkataan yang bathil].” (HR. Muslim, Abu Dawud, Baihaqi, Nasai,
& Ahmad)
Hadits
di atas menjelaskan bahwa di awal Islam ziarah kubur dilarang, kemudian
disyari’atkan dengan hikmah yang besar, yaitu untuk mengingat kematian sehingga
dapat melunakkan hati yang keras.
Maka
apabila ziarah kubur diniatkan selain di atas seperti berdo’a kepada si mayit
dan beristighasah padanya, thawa, mencari keberkahan, menambah rezeki dll,
demikian juga menyatakan (mengklaim) bahwa si penghuni kubur adalah calon
penghuni surge. Hukumnya adalah haram bahkan ia telah berbuat kesyirikan.[2]
Standar Kebenaran Ada Pada Al-Qur’an & Hadits
Nabi SAW Bukan Pada Kenyataan !
Sebagian
orang beralasan akan bolehnya berdo’a di kuburan dan amalan ibadah lainnya,
karena dapat merasakan ketenangan hati, terkabulkan do’a, terpenuhi hajat-hajat,
terhindar dari malapapetaka, menemui kejadian yang menakjubkan atau karomah,
dan lain-lainnya.
Maka,
ketahuilah wahai saudaraku bahwasanya standar kebenaran ada pada Allah SWT dan
Rasul-Nya SAW bukan pada perasaan dan hal-hal yang aneh. Semuanya harus ditimbang
dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW yang shahih, apabila sesuai kita
terima, namun apbila bertentangan maka kita tolak dari manapun datangnya.
Syaikh Islam
Ibnu Taimiyah berkata : “Dijumpai pada ahli syirik dan ahli bid’ah dai kalangan
kaum muslimin yang mereka telah menyerupai para penyembah berhala dan orang
Nasrani yang tersesat, dimana mereka menjumpai karomah pada kuburan lalu
mengira itu dari Allah SWT padahal itu adalah itu adalah dari setan. Semisal
mereka meletakkan celana-celana di sisi kuburan tiba-tiba celana tersebut
terpintal, atau meletakkan orang yang pingsan dan kerasukan jin lalu mereka
melihat setan kabur darinya. Sesungguhnya setan melakukan ini semua untuk
menyesatkan mereka. Padahal cukup dibacakan Laa
Ilaaha Illallah maka ia akan terjatuh. Atau sebagian mereka melihat kuburan
terbuka dan keluar sosok manusia yang dikira itu adalah si mayit padahal itu
adalah setan.” (Al-Furqan Baina Auliya’ Ar-Rahman wa Auliya’ asy-Syaithan hlm.
319)
Kuburan Bukan Tempat Ibadah
Rasulullsh
SAW bersabda : “Jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan karena setan
akan lari dari rumah yang di situ dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR.Muslim :
780, Tirmidzi : 2880)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Jangan biarkan rumah-rumah kalian kosong dari
shalat, do’a, dan bacaan Al-Qur’an karena nanti akan serupa dengan kuburan.
Maka Nabi SAW memerintahkan agar beribadah di rumah-rumah dan melarang
beribadah di kuburan, berbeda dengan orang-orang musyrik dari kalangan Nasrani
dan yang semisalnya dari umat ini.”[3]
Macam-Macam
Ziarah Kubur[4]
Ziarah kubur terbagi menjadi tiga macam :
1. Ziarah kubur yang disyariatkan
Sebagaimana
dalam hadits Buraidah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh aku dahulu
melarang kalian berziarah kubur maka berziarahlah (sekarang) karena ia dapat
mengingat kan kampung akhirat.” (HR.Muslim : 977)
Namun
, ziarah kubur dianggap syar’I jika dilakukan adab-adab berikut :
Pertama: Niat
orang yang berziarah adalah untuk mengingat akhirat dan mengambil nasihat darinya.
Kedua: Ingin
mendo’akan si mayit agar mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah SWT, bukan
malah ia berdo’a dan meminta-minta kepada mayit tersebut.
Ketiga: Tidak
ada syaddur rihaal (melakukan
perjalanan yang jauh) tatkala ziarah, karena telah ada larangan dari Rasulullah
SAW, sabda beliau: “Jangan kalian melakukan syaddur
rihaal (perjalanan jauh) kecuali ketiga masjid, Masjidil Haram, Masjidku
ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR.Bukhari: 1197, 1995, dan Muslim:
827)
2. Ziarah Bid’ah
Ziarah
bid’ah adalah ziarah yang dilakukan pelakunya yang tidak sesuai dengan petunjuk
NAbi SAW dalam berziarah. Semisal berziarah untuk berdo’a kepada Allah SWT
karena lebih khusyuk dilakukan di sana atau shalat dan I’tikaf di sisi kuburan.
Atau bertawassul melalui jah
(kedudukan) pada sebagian orang kepada Allah SWT, semisal, ia mengucapkan: “Aku
meminta kepada-Mu Ya Allah SWT melalui jah
(kedudukan) si fulan,” Padahal si fulan telah mati atau tidak ada di
hadapannyadengan dugaan si Fulan memliki kedudukan di sisi Allah SWT. Walaupun
ia tidak meminta kepada selain Allah dan tidak menyembah selain-Nya, maka ia
telah beribadah kepada Allah SWT dengan tata cara yang tidak disyariatkan,
telah berbuat bi’ah dalam agama, melampui batas dalam berdo’a, berdo’a pada Allah
SWT tanpa mengindahkan ketentuan syari’at dalam berdo’a.
3. Ziarah Syirik
Ziarah
syirik adalah berziarah dengan tujuan agar memeperoleh manfaat dan menolak
madharat dari si mayit. Semisal minta kesembuhan, minta rezeki, cepat
mendapatkan jodoh, anak dan lain sebagainya dari kebutuhan-kebutuhannya. Maka
ini adalah syirik besar yang tidak diampunkan pelakunya kecuali dengan taubat
yang sesungguhnya.
Benarkah Kisah Mereka ?
1. Imam Syafi’i ngalap berkah
Konon
dikisahkan bahwasanya Imama Syafi’I pernah berkata: “Saya ngalap berkah dengan
Imam Abu Hanifah. Aku mendatangi kuburan setiap hari. Apabila aku ada hajat aku
dating ke kuburannya, shalat dua rakaat di sisi kuburan Abu Hanifah, kemudian
tak lama dari itu Allah SWT mengabulkan do’aku.”
Derajat Kisah: Kisah ini Bathil, dicantumkan al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad 1/123 dari jalur Umaar
bin Ishaq bin Ibrahim dari Ali bin Maimun dari Syafi’i. Riwayat ini lemah
bahkan bathil karena Ishaq tidak dikenal dan tidak disebutkan dalm kitab-kitab
perawi hadits. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Kisah ini termasuk kedustaan yang
sangat nyata.”[5]
2. Wisata Bilal ke kuburan Nabi SAW
Tatkala
sahabat Bilal berada di Syam, dia pernah bermimpi melihat Nabi SAW dalm
tidurnya. Dalam mimpi itu Nabi SAW bersabda: “Kekasaran apakah ini, wahai Bilal
? Bukankah telah tiba saatnya engaku mengunjungiku ?”
Singkat cerita, ia pun berangkat ke
Madinah menuju kuburan Nabi SAW sambil menangis dan menempelkan pipinya di
kuburan Nabi SAW.
Derajat Kisah: Mungkar, karena dalam kisah ini
terdapat rawi yang bernama Ibrahim bin Muhammad bin Sulaiman bin Bilal dan
Sulaiman bin Bilal bin Abdu Darda’ sedang keduanya tidak dikenal (majhul).
Berkata al-Hafizh: “Kisah ini sangat jelas palsunya.”[6]
Ternyata Haditsnya Lemah !
Yaitu
hadits yang sering dijadikan pegangan mereka, semisal hadits:
“Barang yang menziarahi kubur kedua orang
tuanya setiap Jum’at dan membacakan surat Yasin (diatasnya) maka ia akan
diampuni (dosanya) sebanyak ayat atau huruf yang dibaca.” (Hadits Palsu[7])
Penutup
Demikianlah
penjelasan seputar ziarah kubur, sekali lagi kami katakan, bahwa kami tidak melarang ziarah kubur karena ia adalah syari’at Islam.
Barangsiapa yang mengingkarinya adalah fenomena-fenomena ziarah kubur yang
telah dikotori dengan noda-noda syirik dan bid’ah. Sehingga ia menjadi jalannya
setan untuk menyesatkan manusia.
Semoga
tulisan ini bias menjadi pencerahan bagi kita semua. Aamiin.
[1]
Beliau adalah Kyai Afrokhi Abdul Ghoni penulis “Buku Putih Kyai NU” sebagai
bentuk taubat beliau kepada Allah SWT hlm. 119.
[2]
Lihat kitab Ahkaamul Janaaiz, no. 227
[3] Fathul
Majilid Syarh Kitaabut Tauhid 1/426
tahqiq Syaikh Dr. Al-Wadid bin Abdurrahman bin Muhammad alu Furayyan
[4] Lihat Khulashaatul Kalam Fii Arkaanil Islaam
: 38-39 oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar
[5] Dinukil dari Website Ustadzuna Abu Ubaidah
[6] Lihat secara rinci buku Waspada Kisah-Kisah Tak Nyata, Ustadz Abu Ubaidah: 53-55
[7] Lihat silsilah Ahaadits adh-Dha’fah no 50,
dinukil dari buku Yasinan kar. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hlm. 43-44.